Masjid Jogokariyan Yogyakarta yang istimewa

Masjid Jogokariyan Yogyakarta

Yogyakarta dulunya adalah tempat bercampurnya budaya kuno sebelum masuk islam. Masyarakat dulu menganut animisme yaitu meng-keramatkan pohon-pohon tua, hewan-hewan dan lain sebagainya. Itu oleh banyak kalangan di sebut kejawen.

Seiring masuknya islam, akulturasi budaya yang di bangun orang terdahulu menghasilkan islam di jogja yang masih memegang prinsip jawa. Salah satu peninggalan yang bisa kita rasakan adalah adanya Masjid Jogokariyan Yogyakarta.

Masjid ini di bangun pada tahun 1966. Masjid ini di bangun karena kekurang fahaman warga muslim pada saat itu dalam pentingnya sholat berjamaah. Oleh sebab itu pada masa Hamengku Buwono ke IV mempunyai strategi mengumpulkan muslim jogja dengan mendirikan masjid. berdirilah Masjid Jogokariyan ini.

Masjid yang terkenal sampai Nusantara ini mempunyai keistimewaan yaitu salah satunya adalah mempunyai databese warganya sendiri untuk bisa mengetahui seberapa sering warganya datang ke masjid ini.

Keunikan dan Keistimewaan Masjid Jogokariyan Yogyakarta

Masjid Jogokariyan Yogyakarta

Mempunyai data warganya sendiri

Tempat ibadah pada umumnya adalah Rumah Allah dan bisa di pakai untuk umum. Tetapi lebih dari itu, selain untuk umum Pengelola Masjid ini mempunyai ide mengumpulkan warganya dengan mendata warga di sekitar masjid dengan lengkap. Yaitu seperti KK, KTP, Penghasilan bulanan, Tingkat Pendidikan. Tidak lain bertujuan untuk mengetahui tingkat kontinuitas warga sekitar dalam mengunjungi Masjid Jogokariyan ini.

Pengelola akan melihat tingkat keseringan mereka dalam jamaah sholat rawatib, mudah mendata untuk pengeluaran zakat masing-masing orang, mengakomodir warga yang ingin berqurban dan berinfaq.

Uniknya pengelola masjid ini seperti harus ada laporan dakwah per 10 tahun. Jadi mereka harus melaporkan tingkat peribadatan jamaah warga sendiri dari tahun 2000-sampai tahun 2010 dan seterusnya. Disini mereka bisa melihat perkembangan metode dakwah selama 10 tahun.

Pendanaan Masjid yang Mandiri

Pengelola masjid Jogokariyan mencanangkan usaha mandiri untuk kesejahteraan Masjid. Contoh seperti catering. Setiap acara di Masjid yang mendatangkan ratusan Jamaah, fihak pengelola menyediakan jasa catering untuk mereka. Menu yang tersedia pun bermacam-macam sesuai permintaan.

Masjid ini tidak pernah sepi setiap hari, jadi sirkulasi perekonomian masjid sangat sehat untuk marbot dan pengelola.

Sistem keuangan yang unik

Umumnya Masjid-masjid lain di Indonesia selalu melaporkan total dana kas masjid perminggu. Tetapi tidak berlaku untuk Masjid Jogokariyan. Masjid ini berupaya untuk menjaga kas mereka selalu Nol Rupiah. Hal ini bertujuan untuk tidak menyakiti warga sekitar yang sakit dan belum terkena obat.

Menurut pengelola dan cara dakwah, tidak ada uang yang mengendap di Masjid bahkan di masukkan dalam rekening Bank. Pihak pengelola akan langsung mengalokasikan ke yang penting.

Pengelola Masjid Jogokariyan Yogyakarta menghitung dari seorang Jamaah tetap hanya butuh Rp 1.500 per minggu. Uniknya apabila jamaah infak dengan nominal tersebut maka dia seolah disebut sebagai jamaah mandiri. Dan apabila kurang dari Rp 1.500 maka DKM akan mensubsidi dia.

Luas Masjid bisa untuk menampung ribuan orang perhari dalam sholat 5 waktu. Jadi DKM disini memang lebih di tekankan untuk berdakwah dengan cara yang berbeda.

Undangan Sholat secara rutin

Mungkin cara ini sudah di pakai di beberapa masjid di Indonesia. Tapi pertama kali yang memakai ide ini adalah Masjid Jogokariyan. Contoh undangan sholat yang langsung dari speaker masjid adalah seperti berikut :

Kepada para muslim dan muslimah diharapkan kehadirannya pada;

Acara : Sholat Maghrib berjemaah
Tempat: Masjid Jogokariyan
Waktu : 18.00 WIB

Sarana Prasarana Masjid

Masjid yang melegenda ini seakan mengikuti perkembangan zaman. Masjid Jogokariyan menggratiskan wifi untuk umum.

Disini juga terdapat tempat olahraga dan bermain anak-anak. Ketika kita membawa anak-anak ke Masjid, mereka tidak akan merasa jenuh.

Tidak meminta dana saat renovasi

Pada umumnya, Tempat ibadah adalah milik umum. Dan sah-sah saja ketika tempat umum ini mengalami kerusakan meminta keikhlasan warga untuk berinfaq dalam perbaikan dan atau mempercantik masjid. Berbeda dengan Masjid Jogokariyan yang tidak melakukan hal seperti itu.

Sejak 2005 yang lalu, Pengelola masjid sudah menjalankan program Universal Conference insurance yang hasilnya adalah Kartu Sehat Masjid Jogokariyan. Kartu ini bisa digunakan oleh jamaah masjid yang lagi sakit untuk berobat di klinik maupun rumah sakit. Lebih kerennya lagi, bagi jamaah yang rutin Sholat Shubuh di Masjid akan di berangkatkan Umroh.

So, bagaimana menurut kamu dengan cara dakwah yang di jalankan oleh pengelola Masjid Jogokariyan Yogyakarta ini? berani?

Pos terkait